Analgetik
Analgetik
atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Didalam lokasi jaringan yang
mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan
dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin.
Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan
prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan
PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.
Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit
atau kelainan dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses penyembuhan
(inflamasi). Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh.
Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar
tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau
sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung
analgetik atau pereda nyeri. Pada umumnya (sekitar 90%) analgetik
mempunyai efek antipiretik.
Macam-
Macam Obat analgetik
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadara. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang
persepsi rasa sakit.
Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul,
anagetika dibagi menjadi duagolongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika
non narkotik.
1.
Analgetika Narkotik
Analgetika opioid atau narkotik sering disebut analgetika
sentral merupakan turunan
opium yang berasal dari tumbuhan Papever somniferum atau dari senyawa sintetik.
Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri
yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan
dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Opioid memiliki
daya penghalang nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak
di SSP. Umumnya dapat mengurangi kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan
nyaman (euphoria). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat
dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi),
ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila
diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya dan gejala-gejala di
atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh Depkes dan
dimasukkan kedalam Undang-undang Obat bius (Narkotika).
Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip
opiate) adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf
pusat, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah
(dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan
analgesia.Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat –zat
endorphin yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh
sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang
mempersulit penerusan impuls nyeri.
Dengan sistem
ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada
kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat
kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut
opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen
antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptida
endogen yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek
morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara β-endorfin, dynorfin dan enkefalin
(yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara
kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi
pelepasanya juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan
FSH dihambat oleh zat ini.β-endorfin pada hewan berkhasiat menahan pernapasan,
menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis
kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki
‘’penerimaannya”. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak
mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini
menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi) pada
akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek
placebo juga dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen
ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal,
produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan
pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur
homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuh ke otak, dan bertindak
juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid
endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan
analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa
jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor
opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ
receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).
a.
Reseptor
μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan
ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
b.
Reseptor
δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam
memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid.
c.
reseptor
κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik,
miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan
sumsum tulang belakang.
d.
Reseptor
δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin,
sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
2.
Analgetik Non Narkotik
Analgetik non narkotik
digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga
sering disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan
panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik.
Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat.
Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Mekanisme
Kerja Obat Analgetik
1.
Mekanisme kerja analgetik narkotik
Efek analgetik dihasilkan oleh adanya
pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.
Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan mengantuk.
Menurut Becket dan Casy, reseptor turunan
morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktifitas
analgetik, yaitu:
a.
Struktur bidang datar yang mengikat
cincin aromatik obat melalui ikatan Vanderwalls
b.
Tempat anionik, yang mampu berinterak si
dengan puasat muatan positif obat.
c.
Lubang dan orientasi yang sesuai untuk
menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak depan
bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
Gambaran permukaan reseptor analgesik yang
sesuai dengan permukaan molekul obat. Berdasarkan strruktur kimianya analgesik
narkotik dibagi menjadi 4 kelompok turunan morfin, turunan fenilpiperidin,
turunan difeilprofilamin dan turunan lain lain.
Secara umum analgesik narkotik adalah Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan
masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula
hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel.
Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri,
seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri
terhambat. Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor –
reseptor nyeri di susunan saraf pusat, hingga perasaan nyeri dapat
diblokir.Khasiat analgesic opioida berdasarkan kemampuannya untuk menduduki
sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati endokfin.Tetapi bila analgetika
tersebut digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru di
stimulasi dan pdoduksi endorphin di ujung saraf pusat dirintangi.Akibatnya
terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
2.
Mekanisme kerja analgesik non narkotik
a.
Analgesik
Analgesik non narkotik menimbulkan efek anlagetik dengan
cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf
pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium,
yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
b.
Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik
dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi,
dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air
sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada
suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja
obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu dihipotalamus.
c.
Antiradang
Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2,
enzim yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi
prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetik non narkotik menimbulkan
efek antiradang melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat
biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara
terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan.
Mekanisme antiradang adalah menghambat enzim-enzim yang terlihat pada
biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein,
meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung
dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilitasi membran yang
terkena radang. Analgetika non narkotik efektif untuk mengurangi keradangan
tetapi tidak dapat mencegah kerusakan jaringan pada penderita artritis.
Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik
dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretika dan obat antiradang
bukan steroid (Non Steroidal
Antiinflamatory Drugs = NSAID)
DAFTAR
PUSTAKA
Goodman and Gilman. 2007. Dasar
Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta:
EGC
Michael,J.N. 2006. Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Siswandono dan
Soekardjo.2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-Obat
Penting Edisi V. Jakarta : PT. Alex Media.
PERTANYAAN :
1. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik non narkotik yang spesifik?
2. Bagaimana penggunaan analgetik pada lansia ? Apakah memiliki atutan dosis tertentu ?
3. Reseptor apa yang bekerja pada mekanisme analgetik?
PERTANYAAN :
1. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik non narkotik yang spesifik?
2. Bagaimana penggunaan analgetik pada lansia ? Apakah memiliki atutan dosis tertentu ?
3. Reseptor apa yang bekerja pada mekanisme analgetik?
2. Penanganan nyeri pada lansia, sebagaimana
BalasHapuspenanganan nyeri pada umumnya, sebaiknya
berdasarkan tipe, sifat, dan keparahan nyeri.
Terapi farmakologis tetap memainkan
peranan penting untuk mengatasi nyeri
pada lansia. Penting untuk diingat bahwa
pada lansia terdapat peningkatan sensitivitas
terhadap kerja obat. Oleh karena itu, setiap
pilihan analgetik perlu dimulai dari dosis
kecil dan dinaikkan bertahap sesuai dengan
toleransi pasien dan sasaran terapi.
Mekanisme kerja obat analgetik non narkotik yang sfesifik yaitu Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamine, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi
BalasHapussaya sependapat dengan risma, mekanisme kerja spesifik dari obat analgetik non narkotik ini yaitu menghambat kerja enzim siklooksigenase (cox) pada ssp, sehingga tidak dihasilkan mediator nyeri seperti prostaglandin yg dpt menstimulasitimbulnya nyeri.
Hapusmenurut saya jawaban no 3 mediator-mediator nya yaitu, seperti bradikinin, histamine, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium,
BalasHapusmediator yang dihambat oleh analgetik antiinflamasi adalah prostaglandin
HapusReseptor apa yang bekerja pada mekanisme analgetik terutama analgetik narkotik adalah
BalasHapusreseptor opioid delta sebagai reseptor OP1, reseptor opioid kappa sebagai reseptor OP2 dan reseptor opioid mu sebagai reseptor OP3.