Kamis, 12 Oktober 2017

ANALGETIKA



Analgetik
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.
            Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses penyembuhan (inflamasi). Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
            Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgetik atau pereda nyeri.  Pada umumnya (sekitar 90%) analgetik mempunyai efek antipiretik.
Macam- Macam Obat analgetik
            Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadara. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.
            Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, anagetika dibagi menjadi duagolongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
1.    Analgetika Narkotik
            Analgetika opioid atau narkotik sering disebut analgetika sentral merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papever somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Opioid memiliki daya penghalang  nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat mengurangi kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphoria). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
            Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya dan gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh Depkes  dan dimasukkan kedalam Undang-undang  Obat bius (Narkotika).
            Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan padanya menimbulkan analgesia.Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat –zat endorphin yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut.
            Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri.
            Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
            Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptida endogen yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara β-endorfin, dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi pelepasanya juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini.β-endorfin pada hewan berkhasiat menahan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki ‘’penerimaannya”. Rangsangan listrik dati bagian- bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi) pada akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek placebo juga dihubungkan dengan endomorfin.
            Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuh ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
            Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
            Ada beberapa jenis Reseptor opioid  yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε.  (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).
a.       Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
b.      Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ  opioid.
c.       reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
d.      Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor  μ selektif untuk opioid analgesic.
2.      Analgetik Non Narkotik
Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Mekanisme Kerja Obat Analgetik
1.    Mekanisme kerja analgetik narkotik
                        Efek analgetik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan mengantuk.
                        Menurut Becket dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktifitas analgetik, yaitu:
a.       Struktur bidang datar yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan Vanderwalls
b.      Tempat anionik, yang mampu berinterak si dengan puasat muatan positif obat.
c.       Lubang dan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
                        Gambaran permukaan reseptor analgesik yang sesuai dengan permukaan molekul obat. Berdasarkan strruktur kimianya analgesik narkotik dibagi menjadi 4 kelompok turunan morfin, turunan fenilpiperidin, turunan difeilprofilamin dan turunan lain lain.
                        Secara umum analgesik narkotik adalah Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat. Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor – reseptor nyeri di susunan saraf pusat, hingga perasaan nyeri dapat diblokir.Khasiat analgesic opioida berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di tempati endokfin.Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru di stimulasi dan pdoduksi endorphin di ujung saraf pusat dirintangi.Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
2.      Mekanisme kerja analgesik non narkotik
a.     Analgesik
            Analgesik non narkotik menimbulkan efek anlagetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
b.      Antipiretik
            Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu dihipotalamus.
c.       Antiradang
            Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetik non narkotik menimbulkan efek antiradang melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme antiradang adalah menghambat enzim-enzim yang terlihat pada biosintesis mukopolisakarida  dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilitasi membran yang terkena radang. Analgetika non narkotik efektif untuk mengurangi keradangan tetapi tidak dapat mencegah kerusakan jaringan pada penderita artritis.
            Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretika dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroidal Antiinflamatory Drugs = NSAID)

DAFTAR PUSTAKA
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta: EGC

Michael,J.N. 2006. Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Siswandono dan Soekardjo.2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press 

Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Edisi V. Jakarta : PT. Alex Media.

PERTANYAAN :
1. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik non narkotik yang spesifik?
2. Bagaimana penggunaan analgetik pada lansia ? Apakah memiliki atutan dosis tertentu ?
3.  Reseptor apa yang bekerja pada mekanisme analgetik?

 


6 komentar:

  1. 2. Penanganan nyeri pada lansia, sebagaimana
    penanganan nyeri pada umumnya, sebaiknya
    berdasarkan tipe, sifat, dan keparahan nyeri.
    Terapi farmakologis tetap memainkan
    peranan penting untuk mengatasi nyeri
    pada lansia. Penting untuk diingat bahwa
    pada lansia terdapat peningkatan sensitivitas
    terhadap kerja obat. Oleh karena itu, setiap
    pilihan analgetik perlu dimulai dari dosis
    kecil dan dinaikkan bertahap sesuai dengan
    toleransi pasien dan sasaran terapi.

    BalasHapus
  2. Mekanisme kerja obat analgetik non narkotik yang sfesifik yaitu Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamine, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sependapat dengan risma, mekanisme kerja spesifik dari obat analgetik non narkotik ini yaitu menghambat kerja enzim siklooksigenase (cox) pada ssp, sehingga tidak dihasilkan mediator nyeri seperti prostaglandin yg dpt menstimulasitimbulnya nyeri.

      Hapus
  3. menurut saya jawaban no 3 mediator-mediator nya yaitu, seperti bradikinin, histamine, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium,

    BalasHapus
    Balasan
    1. mediator yang dihambat oleh analgetik antiinflamasi adalah prostaglandin

      Hapus
  4. Reseptor apa yang bekerja pada mekanisme analgetik terutama analgetik narkotik adalah
    reseptor opioid delta sebagai reseptor OP1, reseptor opioid kappa sebagai reseptor OP2 dan reseptor opioid mu sebagai reseptor OP3.

    BalasHapus